Tentang Sumut dan USU

Selayang Pandang Propinsi Sumatera Utara







Kota Medan



Sejarah
Kota Medan dahulu dikenal dengan nama Tanah Deli dengan keadaan tanah yang berawa-rawa ± seluas 4.000 Ha. Sejumlah sungai melintasi Kota Medan yang semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai tersebut adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera. Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus yang lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan - Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang populer. Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah di antara kedua sungai tersebut. Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.
Pada awal perkembangannya, Medan merupakan sebuah kampung kecil bernama "Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh dari Jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung Medan Putri yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting. Mata pencarian orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik. Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang berfikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu) membaca Alqur'an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh. Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip buku "Deli in Woord en Beeld" yang ditulis oleh N. Ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang terdapat di pertemuan antara dua sungai yakni Sei Deli dan Sei Babura. Rumah Administrateur terletak di seberang sungai dari kampung Medan. Kalau kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini. Medan menyerah pada Gocah Pahlawan. Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya Tuanku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.
Pada tahun 1866, Jannsen, P. W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan de Deli Maatscapij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sei Beras dan Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung "Medan Putri". Dengan demikian, kampung Medan Putri menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai kota Medan. Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dan isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan.
Sekitar tahun 1612 setelah dua dasawarsa berdirinya Kampung Medan, Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim panglimanya bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli. Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara. Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli dan tahun 1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal. John Anderson seorang berkebangsaan Inggris melakukan kunjungan ke Kampung Medan tahun 1823 dan mencatat dalam bukunya "Mission to the East Coast of Sumatera" bahwa penduduk Kampung Medan pada waktu itu masih berjumlah 200 orang tapi dia hanya melihat penduduk yang berdiam di pertemuan antara dua sungai tersebut. Anderson menyebutkan dalam bukunya bahwa pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan Deli memberikan lahan kepada Nienhuys van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz.
Medan yang tumbuh dari kota dagang berkembang sebagai pusat pemerintahan. Pada 1 Maret 1887, ibu kota Keresidenan Sumatera Timur dipindahkan dari Bengkalis ke Medan. Setelah selesainya pembangunan Istana Maimun pada 18 Mei 1891, Sultan Makmun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah memindahkan istananya dari Kampung Bahari, Labuhan. Sejak saat itu, ibu kota Kesultanan Deli resmi pindah ke Medan. Pada tahun 1907 dibuka bank pertama di Medan, yaitu De Javasche Bank (kini Bank Indonesia). Pada tahun 1915, Medan secara resmi menjadi ibu kota provinsi Sumatra Utara, dan pada tahun 1918 resmi menjadi sebuah kotapraja. Masa pendudukan Belanda di Tanah Deli berakhir pada 1942, ketika bala tentara Jepang mendarat di tanjung Tiram, Asahan. Di masa pendudukan Jepang, perekonomian rakyat Deli menjadi curat-marut. Masa keemasan Deli pun berakhir, hingga kemudian berkembang lagi di masa kemerdekaan. Tetapi, kemashuran tembakau Deli yang wangi yang sempat merajai pusat lelang tembakau dunia di Bremen, Jerman, kini tak terdengar lagi.
Kota Medan (dahulu daerah tingkat II berstatus kotamadya) adalah ibu kota provinsi Sumatra Utara. Kota yang dinamis ini adalah kota terbesar di Sumatra dan ketiga terbesar di Indonesia, setelah Jakarta dan Surabaya. Medan adalah pintu gerbang bagi menuju kota wisata Berastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Langkat, serta Danau Toba, yang terkenal sebagai tempat wisata. Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah Barat, Timur, dan Selatan dan dengan Selat Malaka di sebelah Utara. Penduduk asli kota ini adalah orang Karo dan Melayu, tetapi saat ini kota ini merupakan kota multi etnis yang menarik. Mayoritas penduduk kota Medan sekarang adalah suku Jawa dan Batak, tetapi di kota ini banyak tinggal pula orang keturunan India dan Tionghoa. Komunitas Tionghoa di Medan cukup besar, sekitar 25% dari jumlah keseluruhan penduduk kota. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jalan Zainul Arifin bahkan dikenal sebagai Kampung Keling (Kampung India). Medan mempunyai pelabuhan besar di Belawan dan sebuah bandara internasional, Polonia.   Saat ini kota Medan terdiri dari 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Koordinat geografis kota Medan adalah 3º 30' - 3º 43' LU dan 98º 35' - 98º 44' BT. Permukaan tanahnya cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 m di atas permukaan laut. Kota Medan sendiri menjadi kota induk dari beberapa kota satelit di sekitarnya seperti Kota Binjai, Lubuk Pakam, Deli Tua dan Tebing Tinggi. Luas Kota Medan saat ini adalah 265,10 km². Sebelumnya hingga tahun 1972 Medan hanya mempunyai luas sebesar 51,32 km², namun kemudian diedarkan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1973 yang memperluas wilayah Kota Medan dengan mengintegrasikan sebagian wilayah Kabupaten Deli Serdang. Kecamatan terdiri dari: Medan Tuntungan, Medan Johor, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Area, Medan Kota, Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Barat, Medan Timur, Medan Perjuangan, Medan Tembung, Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan, dan Medan Belawan.

Demografi
Populasi Medan didominasi beberapa suku: Melayu, Jawa, Batak, dan Tionghoa. Pada tahun 2005, penduduknya berjumlah 2.036.018 jiwa. Pada siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Kecamatan Medan Deli mempunyai penduduk terbanyak, disusul kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit terdapat di kecamatan Medan Baru, Medan Maimun dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi diperoleh di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area dan Medan Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.

Ada banyak bangunan-bangunan tua di Medan yang masih menyisakan arsitektur khas Belanda. Contohnya: Gedung Balai Kota lama, Kantor Pos Medan, Menara Air (yang merupakan ikon kota Medan), dan Titi Gantung - sebuah jembatan di atas rel kereta api. Selain itu, masih ada beberapa bangunan bersejarah, antara lain Istana Maimun, Mesjid Raya Medan, dan juga rumah Tjong A Fie di kawasan Jl. Jend. Ahmad Yani (Kesawan). Daerah Kesawan yang menyisakan bangunan-bangunan tua (misalnya bangunan PT. London Sumatra) dan ruko-ruko tua seperti yang bisa ditemukan di Penang, Malaysia dan Singapura kini telah disulap menjadi sebuah pusat jajanan makan yang ramai pada malam harinya.

Transportasi
Keunikan Medan terletak pada becak bermotornya ("becak motor") yang dapat ditemukan hampir di seluruh Medan. Berbeda dengan becak biasa ("becak dayung"), becak motor dapat membawa penumpangnya ke hampir mana pun di dalam kota. Selain becak, dalam kota juga tersedia angkutan umum berbentuk minibus (angkot/"oplet") dan taksi. Akan tetapi bagi penduduk Medan, sebutan paling khas untuk angkutan umum adalah Sudako. Angkutan umum ini (Sudako) pada awalnya menggunakan minibus Daihatsu S38 dengan mesin 2 tak kapasitas 500cc. Bentuknya merupakan modifikasi dari mobil pick up. Pada bagian belakangnya diletakkan dua buah kursi panjang sehingga penumpang duduk saling berhadapan dan sangat dekat sehingga bersinggungan lutut dengan penumpang di depannya.
Trayek yang pertama kali bagi sudako ini adalah Lin 01, (Lin sama dengan trayek) yang menghubungkan antara daerah Pasar Merah (Jl. HM. Joni), Jl. Amaliun dan terminal Sambu, yang merupakan terminal pusat pertama angkutan penumpang ukuran kecil dan sedang. Saat ini Daihatsu S38 500 cc sudah tidak digunakan lagi karena faktor usia dan berganti dengan mobil-mobil baru seperti Toyota Kijang, Isuzu Panther dan Daihatsu Zebra maupun Espass, yang sering disebut Jumbo, karena memuat penumpang lebih banyak. Istilahnya 68 (maksudnya 6 penumpang duduk di bagian kiri, 8 penumpang duduk di bagian kanan). Selain itu, masih ada lagi angkutan lainnya yaitu bemo, yang berasal dari India. Beroda 3 dan cukup kuat menanjak dengan membawa 11 penumpang. Bemo kemudian digantikan oleh Bajaj yang juga berasal dari India, yang di Medan dikenal dengan nama Toyoko. Sekarang, Toyoko pun kabarnya akan digantikan dengan kendaraan baru yaitu Kancil.
Kereta api menghubungkan Medan dengan Tanjungpura di sebelah barat laut, Belawan di sebelah utara, dan Binjai-Tebing Tinggi-Pematang Siantar dan Tebing Tinggi-Kisaran-Rantau Prapat di Tenggara. Pelabuhan Belawan terletak sekitar 20 km di utara kota. Bandara Internasional Polonia yang terletak tepat di jantung kota, menghubungkan Medan dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia serta Kuala Lumpur, Penang, Ipoh di Malaysia, Singapura. Sebuah bandara internasional baru di Kuala Namu di kabupaten Deli Serdang sedang dalam perencanaan. Jalan tolBelmera menghubungkan Medan dengan Belawan dan Tanjung Morawa. Jalan tol Medan-Lubuk Pakam dan Medan-Binjai juga sedang direncanakan pembangunannya.

Kota Kembar
Beberapa kota di Asia telah mendorong pembentukan Persatuan Kota Kembar, antara Kota Medan dengan: Penang, Malaysia (1984), Ichikawa, Jepang (1989), Kwangju, Korea Selatan (1997), dan Chengdu, Republik Rakyat Tiongkok. Forum ini telah menjadi ajang saling tukar-menukar maklumat dan perundingan untuk membincangkan berbagai masalah ekonomi dan perkotaan. Berbagai kerangka kerjasama antara kota bersaudara, kenyataannya terus berkembang dalam bidang-bidang yang semakin luas, baik sosial mahupun pendidikan. Di bidang sosial, misalnya Ichikawa memanfaatkan forum ini untuk membantu pengadaan alat bantu pendengaran untuk melengkapi kemudahan kesihatan Kota Medan. Di bidang pengembangan sumber manusia, Ichikawa juga memberikan bantuan latihan bagi Pemerintah Kota Medan dalam bentuk magang, termasuk mengadakan program pertukaran pelajar diantara kedua kota.
Hal yang sama juga berlangsung antara Kota Medan dengan Kota kembar lainnya, baik Kwangju maupun Pulau Pinang. Di bidang perdagangan, forum ini telah menguruskan Pameran Perdagangan Kota Kembar ("Sister City Trade Fair") yang bertaraf antarabangsa, sehingga mampu mendorong pertemuan pengusaha-pengusaha kota masing-masing. Dengan nyata, hal ini mampu mendorong peningkatan perdagangan dan pelaburan di kota masing-masing di samping memberikan kepastian dan perluasan pasaran produk yang dihasilkan. Keberkesanan forum ini juga telah memunculkan minat kota-kota lainnya di Asia seperti Chennai, India untuk memasuki persatuan ini.